Jumat, 02 Mei 2014

Menikmati kuliner khas Bima 2

Menikmati kuliner khas suatu daerah adalah keharusan bagi para pecinta traveling. Berkunjung ke Bima tidak lengkap tanpa menikmati makanan khas suku mbojo yaitu ikan bandeng palumara. Bahan-bahan : Bahan: - Bandeng segar - Tomat - Cabe - Belimbing wuluh - Bawang merah &putih - Kemangi - Asem - Bubuk kunyit - Garam Cara membuat: - Bersihkan sisik bandeng, potong-potong, cuci lalu tiriskan - Tumis bwang merah, bawang putih, tomat dan cabe - Larutkan asem dalam satu mangkok air kemudian tuangkan ke dalam tumisan bumbu tadi - Tambahkan sedikit bubuk kunyit dan garam, tunggu sampai mendidih - Masukkan ikan, belimbing dan kemangi, masak hingga ikan bandeng matang - Bandeng palumara siap di sajikan (Ema, Mataram)

Sabtu, 26 April 2014

Timbu, Cita Rasa Khas Bima Dompu

Timbu atau Lemang juga merupakan makanan khas dari Bima-Dompu.Pada masalalu, pembuat Timbu tersebar hampir di seluruh wilayah Bima-Dompu. Wilayah Sila merupakan sentra pembuatan Timbu. Sedangkan di Dompu, hampir merata ke sejumlah wilayah. Namun saat ini, pembuat Timbu semakin berkurang. Yang masih tetap eksis adalah para pembuat Timbu di Dompu. Jika berkunjung ke Dompu anda akan menjumpai para penjual Timbu dan Tape Ketan di pasar Dompu pada sore hingga malam hari. Pengananan ini terbuat dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Gulungan daun bambu berisi tepung beras dicampur santan kelapa ini kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu lalu dibakar sampai matang. Timbu lebih nikmat disantap hangat-hangat. Cara mengonsumsi Timbu memang berbeda-beda dari daerah ke daerah. Khusus di Bima-Dompu, Timbu lebih nikmat disantap dengan Mina Sarua atau tape ketan. Di Sila, Timbu disantap dengan Mina Sarua sedangkan di Dompu disuguhkan dengan Tape Ketan.
Diperlukan waktu sekitar dua sampai dua setengah jam untuk memasak beras ketan dalam bambu itu dengan api yang sedang, sebelum dibakar dengan tungku khusus yang terbuat dari besi atau kayu yang keras. Pertama –pertama menyediakan beras ketan yang sudah direndam selam lima sampai enam jam dengan menggunakan air bersih, setelah beras direndam, kemudian dikeringkan hingga airnya terkuras habis. Setelah itu, beras yang sudah kering tersebut siap dimasukkan kedalam potongan bambu. Sebelum beras dimasukkan kedalam bambu, harus dipastikan bambu sudah tercuci bersih dengan air bersih. Barulah beras dimasukkan kedalam bambu tua yang berukuran sedang. Sebelum memasukkan beras, bambu tersebut dilapisi dengan daun pisang muda yang sudah bersih. Proses terakhir adalah dengan memasukkan santan dengan campuran garam secukupnya. Proses memasak Timbu tersebut dilakukan dengan lebih dahulu menyiapkan tungku yang berbentuk panjang segi empat dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan. Memasak Timbu tidak seperti membakar ubi kedalam bara api yang sedang berkobar. Cukup dengan menyangai dengan api yang sedang. selama pembakaran diperlukan beberapa tahap untuk mengalih atau memutar bambu tersebut dengan tujuan supaya beras ketan masak dengan sempurna dengan waktu lebih kurang dua jam.(*alan)

Sabtu, 15 Februari 2014

Kuliner Bandung: Berburu Sarapan di Roti Gempol




Roti Gempol, seperti namanya, berada di Jalan Gempol Wetan no. 14 Bandung. Nama jalan ini kurang familiar di telinga saya. Setelah saya meng-google map lokasi Jalan Gempol, ternyata jalan itu sering saya lewati lho. Lokasinya di antara Total Buah Segar yang di Jl. Sultan Agung dan Jalan Bahureksa. Kalau dari Dago, Jalan Gempol itu sebelum belokan Bahureksa yang menuju Jonas Photo Riau. Belokan mencari lokasi Jalan Gempol juga mudah karena ditandai dengan Masjid Gempol di pengkolan jalan.
Inti cerita, ternyata daerah Gempol ini banyak menawarkan menu sarapan. Ketika pertama kali belok ke Jalan Gempol, akan terlihat tulisan Kupat Tahu Gempol yang kata senior saya enak banget (sayangnya saya nggak suka kupat tahu. hiks.), kemudian untuk menuju ke Roti Gempol akan melewati Sate Gempol yang ruameee banget. Tak lama, tibalah saya dan teman2 saya di Roti Gempol.Jika Anda membayangkan TKP Roti Gempol seperti tempat roti bakar terkenal di Bandung, Madtari, maka Anda salah total. Jika Madtari terkesan jorok di mata saya, TKP Roti Gempol ini bersih, rapi, & asyik banget buat nongkrong2. Kursi & meja-nya pun tertata tidak seperti cafe pada umumnya. Menu yang ditawarkan adalah Roti Manis (selai strawberry, blueberry, meses cokelat), Roti Asin (pilih 1 isi antara telur, keju, daging asap), Roti Spesial (pilih 2 toping), & Roti Komplit. Roti Asin, Spesial, & Komplit menggunakan mayonaise. Bahkan Anda bisa memilih antara roti tawar putih biasa atau roti gandum. Beda harganya hanya seribu rupiah. Porsi juga bisa antara porsi perseorangan atau ririungan (bareng2). Kali ini saya dan teman2 saya semuanya memilih porsi seseorangan dan saya memesan Roti Gempol Spesial isi daging asap & telur dadar.
Selama menunggu pesanan, saya tak menyia-nyiakan untuk memfoto & mengobrol dengan mas yang sedang memanggang pesanan saya. Yang ternyata, doi adalah wong jowo juga.
Tak lama, pesanan kami datang. Yippie yey! Saya agak kaget ketika pesanan saya datang, benerangedhe yes ini porsi perseorangan. Roti gandum pula. Gimana ngabisinnya? Apalagi saya nggak begitu suka roti gandum. Namun praduga saya salah. Setelah gigitan pertama saya & ditambah dengan colekan roti ke saos sambal 135, saya nggak bisa berhenti ngunyah. Kualitas rotinya bedaa jauh dari roti2 tawar yang biasanya saya beli di supermarket apalagi yang saya makan di Madtari. Roti Gempol nggak butuh keju membludak agar menu roti-nya terasa menggoda. Mayonaise yang ditambahkan juga dalam kadar yang pas sehingga tidak membuat eneg. Teman saya memesan roti manis yang unfortunately, saya lupa memfoto saking saya nggak sabar ngehabisin roti pesanan saya. Saya juga men-icip2 pesanan teman saya dengan isi selai strawberry dan meses cokelat. Hmm, perpaduan yang pas!
Tak lupa, sarapan di Bandung nggak lengkap tanpa teh tawar hangat. Alhamdulillah, gratis. Sungguh pilihan yang tepat untuk memulai hari & kemudian melanjutkan aktivitas. Enak, murah, kenyang, dan cozy tempatnyah!

Martabak San Fransisco Terkenal di Bandung



Martabak San Fransisco merupakan salah satu martabak ternama di kota Bandung, selain menjadi favorit warga Bandung juga menjadi incaran para wisatawan. Hadir sejak tahun 1967, martabak San Fransisco berlokasi di Jl. Burangrang No. 42.  Ketebalan martabak ini tak tertandingi. Ketika tersaji, aroma harum yang khas langsung menyergap hidung. Begitu masuk mulut, martabak yang sangat lembut ini seperti langsung lumer di lidah. Apalagi ditambah dengan topping keju yang tebal, hmm… pastinya yummy! Harga martabak San Fransisco memang lebih mahal daripada martabak kebanyakan namun sepadan dengan rasa martabaknya yang lezat. Harga tak pernah bohong adalah ungkapan yang pas untuk martabak ini

Sop Kaki Kambing Pak Wahid Jakarta



ini Tempat Kuliner / Tempat Kuliner Jakarta Bila anda menyukai kuliner yang berbahan dasar kambing tetapi tidak menyukai bau Prengusnya, nah yang satu ini patut untuk anda coba. Di warung ini anda akan menemui kuliner dengan bahan dasar kambing tanpa bau prengus.
Namanya Sop Kaki Kambing Wahid yang terletak di Jl.Gandaria, Kebayoran Baru, yang tepatnya berada di samping pom bensin Gandaria. Menurut pemiliknya sop kaki kambing ini sudah ada sejak 1985, jadi soal rasa kulinernya tentu tak perlu diragukan lagi. Tak hanya menyediakan kuliner sop kaki kambing saja disini pun tersedia kuliner sate kambing yang tak kalah enaknya.
Sama halnya dengan warung yang menyediakan kuliner sop kaki kambing disini pun kita dipersilahkan memilih isi dari sop tersebut dari sebuah baskom besar yang berisi daging, kikil, babat, paru, lidah, terpedo dan kaki dan otak.
Harga satu mangkuk kuliner sop kambing disini tergantung pada jumlah isi sop tersebut tetapi rata-rata harga untuk seporsi sop kambing ditambah dengan satu porsi nasi dibandrol dengan harga 25.000 rupiah.

Soto Grombyang Khas Pemalang




Hari mulai beranjak senja ketika kami berempat (saya, Rohmat, mbak Santi dan Mas Teguh) memasuki kota Pemalang dalam perjalanan mudik minggu lalu. Rohmat yang dahulu pernah tinggal di Pemalang sewaktu SD mengajak rombongan untuk menikmati kuliner khas kota yang berada di jalur pantura Jawa Tengah ini, yaitu nasi grombyang. Ini pertama kalinya saya (dan mungkin juga mbak Santi dan mas Teguh) mendengar nama kuliner ini, sehingga tanpa banyak alasan kami pun menyetujui ajakan Rohmat.
Mobil mengarah menuju Jalan R. E. Martadinata yang berada di sebelah utara alun-alun kota Pemalang, tepatnya di daerah Pelutan. Barisan kendaraan baik mobil dan sepeda motor sudah terparkir di sepanjang jalan, sehingga kami sedikit kesulitan mencari celah untuk memarkir mobil. Saya, Rohmat dan mbak Santi turun terlebih dahulu sementara mas Teguh masih mencari-cari tempat parkir. Kami menuju salah satu warung yang menjual nasi grombyang, yaitu warung Haji Warso.
Begitu masuk warung, saya melihat dua orang pemuda di bagian depan warung tampak asyik bernyanyi dan memainkan gitarnya menghibur para pengunjung dengan menyanyikan Tombo Ati dan lagu-lagu berbahasa Jawa lainnya. Di samping dua pemuda tadi, pemilik warung sibuk menyiapkan makanan yang dipesan oleh para pengunjung. Warung begitu ramai dan sesak sore itu, namun akhirnya kami menemukan tempat untuk duduk meski sedikit berhimpitan. Setelah memesan makanan, tak lama kemudian semangkuk nasi grombyang pun terhidang di meja.
Para artis penghibur (dok. pribadi)                          
Nasi grombyang ini disajikan di dalam sebuah mangkuk yang berukuran tidak terlalu besar. Di mangkuk tersebut, nasi putih dicampur dengan kuah semacam gulai dengan daging kerbau dan jeroan. Konon, karena nasinya yang grombyang-grombyang(mengambang) di dalam mangkuk berkuah inilah yang menjadi alasan mengapa kuliner ini disebut dengan nasi grombyang.
Saya pun menikmati nasi grombyang yang disajikan dalam keadaan panas ini. Kuah dengan rasa dan aroma rempahnya yang khas begitu nikmat untuk diseruput pelan-pelan sore itu. Tekstur daging kerbau dengan seratnya yang berukuran relatif kasar atau besar jika dibandingkan dengan daging sapi juga cukup empuk saat digigit dan dikunyah perlahan. Melengkapi menu nasi grombyang ini, seporsi sate daging dan jeroan kerbau dengan bumbu khasnya yang lezat pun kami nikmati beramai-ramai. Mak nyuss!!!
Jangan lupa satenya (dok. pribadi)Selesai menyantap nasi grombyang dan sate, kami pindah ke warung tahu campur yang berada tepat di samping warung Haji Warso. Rasa khas tahu campur yang asam dan pedas ini sungguh pas untuk menjadi penetral terhadap nasi grombyang yang berlemak.
Nah, bagi anda yang kebetulan melintasi jalur pantura dan sedang berada di kota Pemalang, saya sarankan untuk mampir sebentar menikmati nasi grombyang yang alamatnya saya sebutkan di atas.

SATE LOSO KHAS PEMALANG



Sate loso  hanya bisa dijumpai di satu tempat, di jl. Urip Sumoharjo, samping rel kereta api kota Pemalang. “Saya adalah penerus keempat usaha ini. Pendirinya, Pak Loso, buyut saya,” jelas Indah, pemilik yang sekarang.
Sesuai dengan resep yang diperolehnya, Indah hanya berjualan sate dan sop.
Tidak ada menu lain. Sate yang dijual Indah adalah satu-satunya sate yang dibakar di Pemalang.
“Tapi sebelumnya sudah dibacem dulu,”aku wanita berambut sebahu ini.
Sate dibuat dari daging sapi atau kerbau. Hampir semua bagian sapi diolah menjadi sate. “Makanya pembeli selalu milih sate yang diinginkan. Misalnya, daging saja atau jeroan saja,tambah nenek dari 2 orang cucu ini.
Untuk menikmati sate loso, pembeli bebas memesan sesuai kebutuhan. Seporsi sate berisi 10. Setengah porsi atau beberapa tusuk pun akan dilayani. Yang penting Anda membayar Rp 1.400 untuktiap sate yang Anda santap.
Sedikitnya 300 tusuk sate dibuat Indah dari 10 kilogram daging dan jeroan diolah menjadi sate. “Biasanya saat ramai sate sudah habis antara pukul 14.00 sampai pukul 15.00. Tapi kalau sepi, sore baru habis,” terang lndah.